Keluarga Tanpa Televisi

Keluarga Tanpa Televisi

Suatu hari anak saya pulang dari sekolah bertanya "Pah, siapa itu Ponari?". Saat itu memang lagi ramai berita di TV tentang Ponari anak yg punya batu ajaib yg katanya dpt menyembuhkan berbagai penyakit.

Saya tertawa mendengar pertanyaan anak saya. Kok anak saya tidak kenal Ponari. Ini pasti karena di rumah tidak ada TV jd gosip aktual dia tidak tahu. Saat di sekolah temannya cerita ttg Ponari dia pun tdk nyambung.

Memang sejak awal berkeluarga di tahun 1999 saya dan istri sepakat untuk tidak menghadirkan TV di rumah. Maka anak anak kami pun tumbuh tanpa televisi. Saat anak anak masih kecil dan suka rewel terkadang muncul juga keinginan untuk beli TV agar anak anak ada 'teman' yang membuatnya 'tenang'. Apalagi jika kondisi ibunya sudah sangat lelah. Tapi setelah dipikir lg dengan jernih niat itu pun batal.

Memang TV punya dampak positif sebagai sumber informasi, hiburan, pendidikan dan sebagainya. Namun kami yakin dampak negatifnya lebih besar. Menurut penelitian konten positif pada acara TV hanya 15%. Jadi ada 85% yang negatif atau cenderung negatif.

Saya tidak akan membahas dampak negatif TV karena itu dapat dibaca di internet. Tapi saya akan coba ceritakan apa yang saya amati di anak anak saya setelah 17 tahun berkeluarga dengan 4 anak tanpa ada TV. Bagaimana anak anak tumbuh tanpa TV. 

Ciri utama anak anak yaitu beraktivitas utamanya bermain. Karena tidak ada TV maka orang tuanya harus banyak menemaninya bermain atau menyiapkannya mainan. Maka salah satu aktivitas rutin saya sama anak anak saat belum masuk usia sekolah yaitu jalan jalan pagi. Keliling kompleks perumahan sambil cari makanan pagi. Mungkin kalau ada TV ini sulit dilakukan karena bangun pagi langsung hidupkan TV dan nonton film kartun.

Saat sudah mulai bisa membaca karena tidak ada TV maka anak-anak harus disiapkan buku untuk mengisi waktunya. Sampai sekarang pun anak anak saya sudah SD, SMP dan SMA tiap akhir pekan kalau ke mall langsung ke toko buku.

Alhamdulillah budaya membaca jadi tumbuh dengan sangat bagus. Dampaknya berlanjut jadi budaya menulis. Saat mereka masih SD sudah mampu menulis cerita sampai 50 halaman dengan beragam judul. Imaginasinya berkembang. Lalu menggambar cerita komik juga berkembang. Apalagi salah satu penerbit buku anak anak skala nasional memberi peluang untuk menerbitkan karya anak anak seluruh Indonesia. Tentu saja yang lolos seleksi. Alhamdulillah dua orang anak saya sdh lebih 3 kali karyanya terbit dan beredar di seluruh toko buku di Indonesia.

Jika budaya membaca dan menulis terbangun maka budaya belajar pun pasti berkembang dengan baik. Alhamdulillah prestasi belajar anak anak juga bagus. Anak pertama kami saat lulus SMP meraih 3 terbaik se Sulsel. Anak kedua, ketiga dan keempat juga berprestasi di sekolah. Bahkan anak ketiga selain akademik dgn mewakili sekolah di Olimpiade Sains juga sudah hafal Al Qur'an 5 juz. Kami rasa itu akan sulit diraih jika di rumah ada TV karena godaan TV dengan acara acara yang menarik sangat kuat.

Satu lagi yang saya amati yaitu anak anak gampang bangun pagi karena tidurnya tidak larut malam. Fisik pun segar karena waktu tidurnya cukup. Tentu beda jika tidur larut malam karena menonton acara KDI atau sinetron.

Tentu masih banyak cerita lain. Akhirnya kami semakin yakin bahwa dampak positifnya memang lebih banyak dengan tidak ada TV di rumah. Cuma kasihan sama keluarga dari daerah kalau ada yang menginap di rumah. Tidak ada hiburan apalagi kalau ada sinetron yang dia ikuti tiap malam. Tapi saya amati mereka akhirnya menyesuaikan diri. Karena di rumah ada perpustakaan maka waktunya pun diisi dengan membaca. Jika sudah capek membaca, istirahat saja tidur lebih cepat sehingga bisa bangun shalat subuh tepat waktu.

Makassar, 10 April 2016
Syamril

Comments

  1. Terimakasih sharingnya pak,saya juga akhirnya membatasi apa yg ditonton dan membatasi waktu menonton,karena untuk benar2 meniadakan TV 100% di rumah masih belum berani saya lakukan. Memang benar pengeluaran untuk mainan dan buku jadi lebih banyak

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cerita dibalik Doa Akasah

Kosa kata bahasa Jawa yang sangat kaya

Cara mensikapi bencana alam