Aku lebih baik daripada dia

*🌾Bulir Ibrah dan Hikmah🌾*

Dinukil dan diselia dari *"Di antara Wasiat"*
_Dr. 'Abdullah 'Azzam, rahimahullah_
Salim A. Fillah, 21 Januari 2017

***

Memang setiap orang dapat saja ditolak atau diterima kata-katanya, kecuali Rasulullah ﷺ. Tapi kita dapat merenungkan, dalam suasana apa Syaikh 'Abdullah 'Azzam mengucapkan kata-kata ini.

Ketika musuh nyata berada di hadapan, dan jangankan menata barisan, tiap kita masih berrebut mewarisi kata-kata yang tak layak diucapkan, _"Ana khairun minhu..._  Aku lebih baik daripada dia." Ketika senjata para pembenci kebenaran telah ditodongkan, tapi kita masih enggan bergandeng tangan, merapatkan shaff, dan bersama berjuang dalam iman.

Maka dalam segala pelik itu, renungan lebih dalam pernah beliau sampaikan:
"Yang melakukan ibadah pada hakikatnya bukanlah badanmu, akan tetapi hatimu. Yang sanggup memikul beratnya ibadah adalah hatimu. Yang menjadikan kamu tetap bertahan di atas jalan jihad ini adalah hatimu. Badan tidak memiliki pengaruh dalam pelaksanaan suatu ibadah kecuali hanya sedikit.

Yang sabar adalah hati, yang tabah dan kukuh adalah hati. Yang berani adalah hati dan ghirah itu hanya ada pada hati. Semakin bertambah keimanan dalam hati, maka akan semakin bertambah _ghirahnya,_ dan akan semakin bertambah pula semangat dan keberaniannya. Apabila asupan gizi yang diperlukan untuk hati sedikit, maka hati menjadi sakit dan apabila hati sakit, maka ia tidak dapat mengerjakan ibadah atau pun memikul beban kesulitan.

Terkadang hati menjadi mati, dan terkadang menjadi keras. Yang membuat hati keras dan mati adalah perbuatan maksiat. Oleh karena itu, seorang mukmin yang hatinya hidup, jika melihat suatu kemungkaran kemaksiatan hatinya berdegup kencang dan wajahnya memerah karena marah. Adapun hati yang beku dan mati, ia tidak akan mengingkari sesuatu yang mungkar dan tidak mengetahui sesuatu yang ma‘ruf.

Hati itu seperti bola lampu, apabila ia mendapat aliran arus dari sumber listrik, maka ia akan menyala, meski sekecil apa pun bola lampu itu. Akan tetapi, jika tidak mendapatkan aliran arus listrik, maka ia tidak berguna, kendati sebesar apa pun bola lampu itu. Benar! Bola lampu yang senantiasa berhubungan dengan sumber listrik, akan dapat memberikan panas, memberikan cahaya dan menerangi ruangan.

Demikian pula dengan hati manusia. Jika hatimu tidak berhubungan dengan sumber cahaya, berhubungan dengan Rabbul ‘Alamin, maka ia tidak menyala; ia gelap, mati, dingin dan tidak ada panas, tidak ada ghirah, tidak ada keberanian serta tidak ada semangat di dalamnya. Jika hati senantiasa berhubungan dengan Rabbnya, maka di dalamnya akan terdapat cahaya, nyala api dan sinar yang dapat menerangi seluruh bagian hati dan terdapat kehidupan yang memberikan daya hayati pada jasad, memberikan ketahanan memikul beban pada jiwa.

Seperti itu pula kesediaan berukhuwah, menautkan jiwa dalam persaudaraan iman; kekuatannya tak lain berasal dari kebersihan nurani dan kejernihannya, ketika ia merunduk di hadapan Allah, dan berendahhati pada sesama mukminin."

***

Comments

Popular posts from this blog

Cerita dibalik Doa Akasah

Kosa kata bahasa Jawa yang sangat kaya

Cara mensikapi bencana alam